Teach Write Learn

 

Penyebab Sudah Belajar Tapi Nilai Jelek

2 komentar

Sering terjadi peristiwa tragis ketika kita mendapati nilai kita yang jelek, padahal kita sudah belajar. Terlebih bila belajarnya kita itu masuk kategori belajar dengan sungguh-sungguh. Maka jadilah rasa sedih, kesal, atau bahkan putus asa dan menganggap diri kita manusia terbodoh, dengan stok otak pas-pasan yang sedang berjuang mati-matian demi sebuah angka. Sebuah angka yang merupakan hasil penilaian yang selama ini menjadi patokan pintar tidaknya seseorang. Dan menjadi ukuran sukses tidaknya seseorang dalam segi belajar.

Jangan dulu pesimis dan rendah diri ketika kita menemukan permasalahan tersebut dalam kehidupan kita. Tujuh dari sepuluh orang di dunia nyatanya pernah mengalami hal tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi, tak lain adalah karena kurang fokus, dan terlalu berharap pada sebuah hasil namun melupakan yang namanya proses. Oleh karena itu mari kita bahas kenapa hal tersebut dapat terjadi. Tak lain adalah karena proses dalam pencapaian yang belum sepenuhnya benar.



Menurut pendapar ahli, Brower berpendapat bahwa dengan Belajar kita dapat menunjukkan adanya perubahan yang relatif dalam perilaku yang terjadi karena adanya beberapa pengalaman yang telah dialami dan juga latihan yang sudah dilakukan dalam waktu sebelumnya. Bower juga menjelaskan bahwa “Learning is acognitive process” yang artinya Belajar adalah suatu proses kognitif. Brower menjelaskan proses merupakan hal yang lebih penting dibandingkan hasil dari belajar itu sendiri.

Di sini kita akan membahas mengapa hal itu terjadi. Tak lain karena ada yang harus dibenahi dari enam kecerdasan yang dimiliki manusia (kecerdasan Spiritual, kecerdasan pengetahuan/kognitif, kecerdasan emotional, kecerdsan sosial, kecerdasan mental serta kecerdasan fisik). Untuk itu akan kita urai satu persatu permasalahannya disini.



1. Kecerdasan Spiritual
Urutan kecerdasan ini ada di tingkat paling utama. Setiap agama mempunyai cara dan ciri tersendiri untuk bisa lebihmendekatkan diri kepada Tuhannya. Seorangmuslim maupun muslimah tidak boleh minim dalam kecerdasan spiritual ini. Dengan mendekatkan diri kepada Allah merupakan cara super untuk memohon perlindungan. Jangan lupa berdoa seusai sholat wajib, melakukan sholat tahajud, puasa senin kamis. Pokoknya ambil hati Allah dengan semaksimal mungkin. Minta agar diberi kemudahan menjawab soal-soal ujian.

Menenangkan hati dan lebih percaya diri atas kekuatan dari Allah SWT. Karena dengan mengingat-Nya maka hati akan menjadi tenang. Dan mencegah kertas ulangan kita di jahili oleh tangan-tangan jahil. Karena hanya Allah yang mampu membolak balikkan hati manusia. Yang ingin berbuat jahil InsyaAllah tidak jadi dengan pertolongan Allah. Begitupun sebaliknya bila kita sombong tidak pernah memohon pertolongan Allah, bisa saja kertas ulangan kita tercecer, basah terkena hujan dan kendala teknis lainnya, maka akan jauh dari pertolongan Allah SWT.



Niat yang jelek. Innamal a’malu binniaat. Segala sesuatu berasal dari niatnya. “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (H.R. Bukhari dan Muslim). Sudah lumrah terjadi bila niat jelek maka sudah pasti hasil jelek. Seperti niat untuk mencontek dan membuat contekan. Justru akan membuat saat-saat menghadapi ulangan menjadi sesuatu hal yang menegangkan. Membuat buyar konsentrasi, terlebih bila soal tidak ada jawabannya pada contekan, dan menambah dosa pula. Niatkan kalau belajar itu untuk ibadah hanya kepada Allah SWT, bukan nilai semata.

Dalam kaitannya belajar itu ibadah berkaitan juga seperti dalam bukunya Dwi Suwiknyo Jalani Nikmati Syukuri, terdapat bab yang membahas mengenai upaya memberi nilai, makna yang tersirat dalam upaya memberi nilai adalah melayani, nilai membantu dan menolong orang lain. Dalam hal belajar ini kita bisa memberi nilai belajar kita untuk ibadah selain untuk diri kita yang ingin nilai bagus. Untuk manfaat membahagiakan orang tua jika hasilnya bagus. Untuk investasi akhirat jika dengan nilai bagus kita bisa menghantarkan kesuksesan kelak hingga dengan kesuksesan kita bisa menghasilkan karya ataupun bantuan yang ujungnya bernilai ibadah bermanfaat di akhirat. Niatkan untuk ibadah.

Seperti dalam buku Dwi Suwiknyo Ubah patah hati jadi prestasi, didalamnya ada bab yang membicarakan mengenai Raih Prestasi Berkah. Dimana diurai perihal Kontribusi Bukan Popularitas, yaitu jangan mengharap pujian karena akan berakhir sakit hati bila nyatanya tidak mendapat pujian. Fokus kepada kontribusi dimana kemampuan yang kita miliki digunakan untuk kebermanfaatan orang lain. Lalu tetaplah rendah hati. Niatkan untuk kontribusi bukan untuk sebuah pujian.



Dengan niat di tambah ucapan Bismillah. Masih dalam buku Best Seller Dwi Suwiknyo Ubah Lelah jadi Lillah dalam bab mengenai Bismillah. Agar kita fokus dalam belajar yaitu Luruskan niat, Pentingnya Bismillah, Bulatkan Tekad, Sempurnakan ikhtiar, Delete dosa, add pahala.

Senang melakukan maksiat. Ada sebuah kisah tentang masa kecil Imam Syafi’i. Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku pernah mengadukan kepada Waqi’ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.” (I’anatuth Tholibin, 2 : 190)

Imam Syafi’i merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, “Apa ya dosa yang kira-kira telah kuperbuat?” Beliaupun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya [ada pula yang mengatakan: yang terlihat adalah mata kakinya, ada pula tersingkap karena angin, ada pula karena bertemu wanita yang berwajah hitam legam dan mengatainya dalam hati]. Maka hindarkanlah maksiat meski itu terlihat ringan. Untuk itu selalu bermuhasabah diri, introspeksi diri yang baiknya dilakukan setiap hari sesaat sebelum tidur malam, dan tetapkan dalam hati untuk mengurangi hal-hal yang tak berguna dan yang dapat menimbulkan maksiat di hari esok.

Dan yang terakhir yaitu lupa meminta doa dari orang tua dan guru. Hal ini sering terabaikan, padahal sangatlah penting. Dengan memohon di doakan maka tidak dipungkiri kalau doa dan ridho orang tua dan guru sangat di ijabah oleh Allah SWT.

2. Kecerdasan Kognitif/Pengetahuan/Intelektual
Kurangnya persiapan dalam belajar. Kurang mengasah aspek kognitif atau pengetahuan dengan hanya belajar dadakan kalau mau ada ulangan saja. Kalau ada ulangan barulah kita berusaha mati-matian tidak tidur pada malam itu. Yang harusnya biasa tidur jam 9 malam, namun bila mau ada ulangan bisa-bisa tidak tidur. Justru dengan kita kurang tidur sebenarnya inilah yang membuat masalah. Bukan salah belajarnya itu sendiri, namun dengan kurang tidur maka daya konsentrasi kita akan kurang fokus. Jadilah yang awalnya sudah menghafal namun mengantuk. Maka sia-sia membuat mudah lupa untuk mengingat kembali. Belajarlah sewajarnya dan tidur dengan semestinya. Usahakan belajar rutin hingga tak perlu belajar sekaligus satu malam, atau yang di kenal dengan istilah SKS (Sistem Kebut Semalam).



Mengenai sisi kognitif dimana teori belajar kognitif sudah mulai berkembang sejak abad terakhir karena bentuk protes terhadap teori perilaku yang telah berkembang pada masa sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif apabila peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upaya mengorganisir, menyimpan ataupun menemukan hubungan antara pengetahuan yang terbaru dengan pengetahuan yang sudah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses bukan hasilnya saja. Usahakan langsung menyerap ilmu ketika guru mengajarkan saat itu juga. Lalu diulang kembali di rumah.

Tidak menggunakan trik dalam menghafal. Terkadang untuk mengingat hafalan di perlukan trik jitu. Semisal setelah menghafal kita uraikan dalam kertas kosong. Dengan mengingat kembali hafalan secara tertulis maka menurut penelitian akan lebih lama dalam mengingatnya. Dalam buku Teach Like Finland (Mengajar Seperti Finlandia) dimana tentang pembahasan penguasaan materi. Tim sang pengarang mengatakan bahwa untuk menjadi bahagia, salah satu hal yang harus kita miliki adalah perasaan kompeten dalam satu area tertentu, seperti memahat, koding, atau menulis. Dimana intinya untuk merasa bahagia. Maka dapat dikaitkan dengan menuliskan kembali akan membuat kita menguasai materi dan menguasai bidang menulis sekaligus.

Bisa juga menggunakan trik menghafal dengan cara membuat singkatan. Misal bila menghafal urutan pancasila yang dari 1 sampai 5 itu, maka kita buat singkatan diambil dari huruf awal kata depan setiap nomor, kalau dari urutan pancasila yang lima itu kita bisa membuat singkatan KKPKK (Ketuhanan YME, Kemanusiaan…, Persatuan Indonesia, Kerakyatan…, Keadilan…) atau beberapa huruf diawal yaitu KetKemPerKerKead.

Dengan trik dalam menghafal ini juga diperkuat dengan pendapat ahli dimana menurut seorang ahli, Jerome S. Bruner yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan bagaimana orang tersebut untuk memilah, memilih, mempertahankan, dan mentransformasikan informasi dengan cara yang lebih aktif. Menurut Bruner selama kegiatan berlangsung akan lebih baik jika siswa dibiarkan untuk menemukan sendiri apa penyebab dan makna dari berbagai hal yang mereka pelajari, sehingga teori “menyuapi” ilmu tidak ia gunakan dalam belajar. Pasalnya siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan dalam memecahkan masalah sehingga mereka terlatih untuk bisa menghadapi masalah. Dengan cara tersebut diharapkan mereka mampu memahami konsep-konsep dalam bahasa mereka sendiri.

3. Kecerdasan Emotional
Emosional yang tinggi. Dengan tidak bisa mengendalikan rasa emosional kita terhadap guru, maka memungkinkan akan terjadi hal yang tidak diinginkan, salah satunya penerapan unsur subjektifitas penilaian. Dengan siswa yang emosional berakhlak kurang santun dan etika jelek kepada sang guru, maka manusiawi jika guru akan mempertimbangkan nilai dari segi akhlak ini untuk menetapkan jumlah niai akhir sang murid kelak di dalam raport. Terlebih jika guru itu wali kelasnya. Ditambah di dalam kurikulum 2013 mencantumkan nilai sikap sebagai bahan pertimbangan kelayakan kelulusan.

Kurang mengenal karakter guru. Terkadang kita harus tahu cara penilaian seorang guru itu bagaimana. Adakalanya guru tidak suka jawaban siswanya yang terlalu bertele-tele banyak narasi serta argumen. Inginnya to the point asalkan benar dan tepat. Namun adakalanya ada guru yang ingin muridnya menjawab panjang lebar dan semakin banyak semakin bagus. Bila kita tidak bisa mengenali hal ini maka jika kita menjawab to the point terhadap ujian guru yang inginnya muridnya menjawab panjang lebar, sudah barang tentu nilai akan berkurang atau jelek. Begitu pun sebaliknya.

Metode pembelajaran di Finlandia menerapkan suatu pendekatan yang harus mengenal antar siswa dan gurunya. Hal ini menguntungkan bagi siswa juga untuk lebih dapat mengenali karakter sang guru hingga mampu mengenali karakter penilaian dari sang guru itu sendiri.

Menghafal di waktu-waktu yang kurang tepat. Salah bila kita belajar di depan televisi yang menyala, atau ditengah situasi banyaknya orang yang mengganggu konsentrasi, dimana yang harusnya belajar justru jadi ngobrol. Konon menurut penelitian bahwa untuk daya ingat yang kuat maka sebelum tidur hendaknya hafalan itu di ulang kembali, lalu barulah tidur. Ada juga yang menggunakan waktu sepertiga untuk sholat tahajud digunakan untuk menghafal. Sehabis sholat tahajud di keheningan malam. Secara logika ketenangan dalam keheningan itulah sumber cepatnya hafalan.

4. Kecerdasan Sosial
Kurangnya rasa sosial. Denga kita kurang bergaul menjadikan minim informasi dan mudah sekali tertinggal berita penting. Bila kita tidak masuk sekolah di saat pengumuman akan ada ulangan, dan rasa sosial kita kurang untuk bertanya kepada teman, menjadikan kita tidak tahu akan ada ulangan. Tentunya nilai jelek karena tidak belajar. Bergaulah dengan orang-orang baik dan sholeh serta sholehah maka kita akan menerima informasi baik dan penting meski kita tidak bertanya. Dan dengan membuka luas persahabatan yang baik dengan teman-teman yang pintar akan bisa membimbing kita jika kita kesulitan dalam belajar.
Mengenai sosial dalam hal belajar ini juga terkait interaksi terhadap lingkungannya seperti yang dikemukakan oleh pendapat ahli pendidikan yaitu Slameto, yang berpendapat dari sisi psikologi, dimana belajar merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi siswa bersama lingkungan nya, hal ini dilakukan guna memenuhi kebutuhan mereka yang mungkin berbeda-beda.
Tidak pandai menyikapi jejaring sosial. Disaat waktu belajar masih saja membuka face book atau grup WA juga IG, sudah barang tentu pikiran akan bercabang, karena biasanya akan membuat ketagihan. Maka silent HP sementara waktu untuk konsentrasi belajar. Lebih baik membaca Al-Quran yang seusai membacanya maka akan timbul semangat belajar, InsyaAllah.
5. Kecerdasan Mental
Kurang persiapan mental. Tidak ada rasa percaya diri meski sudah belajar. Penerimaan terhadap dirinya yang kurang baik. Melihat temannya yang lebih PD (Percaya Diri) justru membuat dia makin merasa tidak bisa. Membuat jantung berdetak kencang. Terlebih sampai tangan berkeringat yang makin menambah kacau kertas menjadi basah. Dalam buku Best Sellernya Dwi Suwiknyo Ubah Lelah Jadi Lillah terdapat kutipan beliau bahwa “Ingatlah selalu bahwa yang menjadi persoalan itu bukanlah bagaimana situasi yang kita hadapi, melainkan bagaimana sikap kita dalam menghadapi situasi itu.” Sungguh suatu ungkapan yang bermakna.
Harus melatih diri agar bermental prima, seperti dengan berdzikir, menghitung 1 sampai 10 sambil menarik nafas, menyebut kalimat “nilai bagus” sebanyak dua puluh kali, dan hal lain yang tujuannya untuk mengalihkan rasa minder dan fokus kepada ulangan. Bila ingin membangun mental yang sehat tentunya pikiran positif harus terus menguasai pola berfikir kita, sugestikan diri kita berhasil, maka akan berhasil. Sesungguhnya Allah berfirman : “Aku sebagaimana prasangka hambaku kepada-Ku. Aku bersamanya jika ia berdoa kepada-Ku (H.R. Turmudzi)
Menurut pendapat ahli mengenai belajar yang terkait dengan mental adalah yang dikemukakan oleh Winkel, dimana menurutnya belajar merupakan aktivitas mental ataupun psikis yang berlangsung baik di lingkungan dengan interaksi yang aktif. Selain itu belajar diharuskan atau menghasilkan perubahan yang secara langsung ataupun tidak langsung dalam pribadi yang melakukannya. Dalam belajar akan ada hasil perubahan dalam pengelolaan pemahaman dalam sisi apapun.
Tidak disiplin. Dengan tidak disiplin belajar, tidak rutin belajar, maka bila ada kuis dadakan di sekolah yang tidak dikabari sebelumnya atau tes lisan dadakan dari guru, akan membuat nilai jelek. Maka dengan belajar rutin akan mencegah kita mendapat nilai jelek bila ada kuis atau ulangan dadakan. Disiplin lah dengan membuat jadwal rutin harian. Kapan saat belajar dan kapan saat bermain.
Terkait hal disiplin atau rutin belajar terdapat juga dalam pendapat seorang ahli, Pavlov menjelaskan belajar merupakan sebuah proses perubahan yang terjadi disebabkan adanya syarat-syarat atau condition, yang dapat berbentuk latihan yang dilakukan secara kontinuitas atau terus menerus sehingga menimbulkan reaksi (response).
Malas mengerjakan tugas dari guru. Dengan jarang atau tidak pernah mengerjakan tugas. Atau mencontek tugas temannya, membuat tidak terlatih dan mengurangi daya ingat akan suatu materi pelajaran. Sejatinya dengan tugas itu para guru mempunyai misi agar anak didik lebih mengingat materi tersebut. Maka bila tidak dikerjakan dapat dipastikan akan kurang mengingat materi tersebut.
Berkaitan tentang tugas menurut ahli Vigotsky pembelajaran terjadi bila anak bekerja ataupun mencoba menangani tugas yang belum pernah namun tugas itu telah berada dalam zone of proximal development. ZPD merupaka istilah yang dibuat Vigotsky untuk berbagi tugas yang memang terlalu sulit, namun mereka bisa melakukan hal tersebut karena adanya koordinasi dan bimbingan yang lebih terampil atau bisa diandalkan. ZPD ini umumnya cocok bagi anak-anak yang lebih suka tantangan.
Kebiasaan menghitung kancing atau bertanya kepada teman di dekat kita jika sudah mentok tidak punya jawaban. Belum tentu teman yang kita tanya itu betul jawabannya. Ada baiknya kita pikir sendiri dahulu, karena kesalahan yang berasal dari kita lebih bisa kita maafkan dibanding bila kita bertanya kepada teman ternyata salah jawabannya. Dan kalau ternyata pilihan jawaban awal kita sudah benar, namun karena kebiasaan dan tidak percaya diri bertanya kepada teman, namun ternyata jawaban dari teman kita salah, maka hal itu akan menjadi penyesalan tersendiri. Berpikirlah dahulu sebelum kancing menjadi alternatif jawaban. Terkadang ingatan itu harus dipancing dengan terus berusaha mengingat. Ingatan itu terbagi-bagi di otak yang sangat dapat dimungkinkan di detik ke sekian kita bisa mengingatnya kembali.
Tulisan yang tidak jelas. Dengan tulisan jelek atau hurufnya kecil-kecil tidak bisa di baca membuat guru malas memeriksa. Terlebih bila sang guru bermata minus atau silinder. Juga jangan gunakan pensil yang selain kurang jelas juga kurang etis. Hindari tinta berwarna merah, karena selain tidak sesuai dipergunakan untuk ujian juga efek warna merah menyilaukan.
Tidak mematuhi peraturan. Seperti tidak menggunakan pensil 2B sewaktu mengarsir jawaban pilihan ganda saat Ujian Nasional. Tidak mengarsir melingkar namun menjawab silang. Tentu saja hal ini salah dan tidak bisa terkoreksi. Terlebih bila Ujian Nasional pemeriksaannya menggunakan mesin pembaca jawaban.
Cara belajar yang tidak sesuai dengan karakter kita. Kenali cara belajar yang kita sukai dan lakukanlah. Dalam buku Quantum learning gaya belajar itu ada tiga, yaitu secara visual, auditori atau kinestetik. Bila kita orang dengan tipe belajar visual, maka dengan cara memberi garis warna warni pada point-point tulisan menjadikannya lebih suka menghafal hingga menjadi mudah menghafal. Membuat mind mapping atau video tutorial dan sebagainya. Namun jika kita tipe auditori maka sebaiknya kita merekam apa yang kita baca lalu mendengar kembali isinya dapat membuat kita cepat menghafal dan memahami. Pastinya harus mendengarkan guru saat menerangkan sudah menjadi andalan utama. Lain hal dengan tipe kinestetik dimana ia akan lebih mudah menyerap belajar hafalan dengan menggerakkan anggota tubuh, dapat mondar-mandir, menjentikkan jari dan sejenisnya.
6. Kecerdasan Fisik
Kesehatan fisik yang tidak optimal. Dengan badan yang sering sakit-sakitan. Kurang multivitamin dan asupan yang bergizi membuat badan cepat lemas hingga kurang konsentrasi dan daya berfikir melemah, jadilah nilai jelek. Untuk itu kita harus tau akan sinyal-sinyal yang diberikan oleh fisik kita. Semisal telat makan membuat magh kita kambuh, maka janganlah sampai telat makan. Usahakan sarapan pagi terlebih dulu bila ada hal penting semisal ulangan atau Ujian Nasional.
Mengenai kesehatan fisik dalam proses belajar juga dikemukakan oleh seorang ahli pendidikan yaitu Djamarah, dimana Belajar bisa diartikan sebagai suatu kegiatan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga ketika melakukannya, gerak tubuh harus terlihat sejalan dengan proses jiwa agar bisa mendapatkan dan melihat adanya perubahan. Atau sering kita dengar istilah di dalam jiwa yang sehat terdapat fisik yang kuat. Untuk itu bila ingin fisik kuat harus diawali dengan jiwa yang sehat.
Pendidikan di negara Finlandia sangat memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan guru dan murid. Kesehatan fisik, emosi, dan mental guru maupun siswa menjadi hal penting dalam pendidikan. Siswa di Finlandia terbiasa beristirahat lima menit setiap 45 menit pelajaran. Setelah istirahat 15 menit, siswa Finlandia akan masuk kelas dengan melompat-lompat dan mereka akan lebih fokus selama pelajaran. Istirahat dengan frekuensi yang cukup membuat siswa tetap segar seharian.
Oleh karena itu bercermin dari pendidikan di Finlandia, selain kesehatan fisik, mental, dan emosi yang telah diuraikan di atas, maka ada baiknya ketika kita belajar selama proses berlangsung diharapkan ada jeda istirahat. Bisa kita lakukan dengan relaksasi melihat pemandangan luar rumah, taman yang asri dan hijau. Karena warna hijau memberikan efek keteduhan sehingga memberi rasa segar dan semangat.
Atau dapat pula di sela jeda istirahat itu kita mengambil kudapan makanan ringan, atau membuat teh hangat. Seperti dalam buku karangan Dwi Suwiknyo yang ber judul Lepaskan Relakan Ikhlaskan yang berdasarkan kisah nyata, dikatakan dalam ceritanya ketika beliau sedang menghadapi ujian memasuki STAN di sela jeda belajarnya ia sempatkan untuk mengambil air ke dapur, sengaja tidak ia bawa air itu di dekatnya saat ia belajar, tak lain agar badan dapat bergerak tidak melulu diam di tempat. Hal ini pun merupakan jurus jitu untuk relaksasi sejenak dengan cara berjalan mengambil air atau membuat teh di dapur.
Kiat-kiat di atas sebagian besar masuk kategori pembelajaran Quantum Learning (QL) seperti layaknya guru dalam memberikan proses belajar mengajar dalam kelas, yaitu yang memiliki pengertian dimana kuantum merupakan terjemahan dari bahasa asing yaitu “Quantum Learning adalah kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.” (Bobbi DePorter & Micke Hernacki, 2011:16)
Dalam pembelajaran kuantum juga berlaku prinsip bahwa pembelajaran lurus berdampak bagi terbentuknya keunggulan. (Bobbi DePorter, et al, 2004:6-7). Oleh karena itu untuk menjadi unggul, mendapat nilai bagus, perlu kiranya memahami kiat-kiat dan cara yang baik dalam melakukan proses belajar itu sendiri. Dimana manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran kuantum (Quantum Learning) menurut Bobbi DePorter & Mike Hernacki (2011:13) diantaranya adalah sikap positif, motivasi, keterampilan belajar seumur hidup, kepercayaan diri, dan sukses.
Dan kiat-kiat di atas pun lebih cenderung kepada pembelajaran gaya Finlandia yaitu mengutamakan kebahagiaan untuk mencapai sukses. Juga memakai teori-teori pendapat para ahli di bidang pendidikan yang sejak dulu telah juga diterapkan serta di uji coba keberhasilannya, dan tentunya dapat digunakan hingga era kids zaman now sekalipun.
Ternyata memang benar kalau nilai jelek merupakan kesalahan dari sebuah proses pencapaiannya. Mulai dari hal ringan sampai permasalahan kejiwaan dan spiritual juga dapat mempengaruhinya, terlebih nilai sosial dan mental yang pada era zaman now ini diperlukan, sehubungan pesatnya perkembangan jejaring sosial dan efek yang dihasilkannya, yang memerlukan sikap sosial yang tinggi dalam menyikapinya. Dan beragam hal lain yang sangat mempengaruhi dalam pencapaian nilai itu sendiri. Tapi yang pasti sebuah proses tidak akan mengkhianati hasil. Selama proses tersebut baik dan benar juga memenuhi kriteria berkualitas.


PROFIL PENULIS
Perempuan dengan nama Maulina Ismaya Dewi, SPd merupakan alumnus Universitas Negeri Jakarta (UNJ) lahir di Jakarta, 28 September 1980 Seorang guru PNS dari kementerian Agama Kota Sukabumi mata pelajaran IPS Terpadu. Mencintai dunia menulis dan begitu tergila-gila dengan buku. Ketua Komunitas Penulis Kreatif (KPKers) kota Sukabumi sejak 9 September 2015. Ketua Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) kota Sukabumi. Divisi karya dan kreativitas pada Forum Lingkar Pena (FLP). Pendiri Taman Baca Masyarakat (TBM) Akasia dan Pendiri Komunita baca Ku Gemar Baca. Sudah ada beberapa tulisannya yang dimuat namun hanya dalam bentuk buku antologi puisi dan cerpen serta beberapa artikel, essay, cerpen dan cerbung serta puisi pada majalah dan surat kabar. Jika ingin berkenalan lebih jauh, bisa menghubungi emailnya di : maulinaismayadewi@gmail.com FB : maulina_maia@yahoo.com (Maulina Ismaya Dewi), IG : mauilina.ismaya.dewi, Channel youtube : @creative family, blog : @ creative family

Maulina Ismaya Dewi
Seorang ibu dari tiga orang anak, dan guru di sekolah yang mencintai dunia literasi. Pembelajar yang terus belajar untuk peningkatan kualitas diri, dan agar bermanfaat bagi sesama dunia akhirat. Berharap menggapai Husnul Khotimah, dan taman surga terindah.

Related Posts

There is no other posts in this category.

2 komentar

Posting Komentar