Ketakutan yang Mewabah Akan Pandemic Corona
Pernahkah
terbayangkan oleh kita kenapa pandemic corona ini awalnya ada? Pernahkah
terbersit oleh kita bahwa pandemic ini mungkin saja rekayasa manusia? Dapatkah
terbayangkan jika memang ternyata pandemic corona ini sengaja dihadirkan oleh;Nya
untuk membuat kita tersadar akan kesalahan-kesalahan kita di dunia? Hal-hal
tersebut tentunya menjadikan sebuah tanda tanya besar yang tak mungkin terjawab
secara singkat. Perlu proses peristiwa yang harus kita alami, itulah kemauan
dari pandemic ini.
Dengan
beragam spekulasi perihal pandemic ini yang tercipta di masyarakat umum membuat
sejatinya banyak jawaban-jawaban yang beragam. Semakin membuat opini-opini yang
menggiring kepada tujuan masing-masing sang pencetus opini. Namun nyatanya kita
semua pada akhirnya merasa ketakutan akan efek dari pandemic yang
berkepanjangan ini. Kematian salah satunya yang menjadi ketakutan masyarakat
dunia yang kian hari kian bertambahnya angka mortalitas, terlebih di Indonesia.
Terlepas
dari efek pandemic corona dibidang perekonomian, pendidikan, bahkan beragam sektor
keduniawian nyatanya taka da yang dapat mengalahkan rasa takut akan kematian
dari efek pandemic corona ini. Tak
dipungkiri memang berita sehari-hari yang kita konsumsi adalah selalu adanya
berita duka. Entah itu karena seseorang yang terpapar corona ataupun justru
kematian yang disebabkan rasa takut akan pandemic corona ini, sehingga memicu
penyakit bawaan yang memang sebelumnya sudah ada, lantas menjadi lemah dan bisa
saja memang pada akhirnya jadi lebih mudah terpapar corona.
Dalam
hal ini kita harus bercermin kepada Alqur’an Hadits dalam menyikapin. Seperti
halnya kisah Nabi Ayub yang mengalami penyakit yang sangat lama. Untuk itu mari
kita telaah bersama agar rasa ketakutan yang membuncah setidaknya bisa
berkurang dengan mencermati kisah nabi Ayub berikut.
"Nabi Ayyub memohon
pada Allah dengan mengucapkan 'Wa
ayyuba 'idz naada rabbahu 'annii massaniiyaddhurru wa 'anta arhamurrohimin',"
Dan (ingatlah kisah) Ayub,
ketika ia berdoa kepada Tuhannya : "(Ya Tuhanku) sungguh, aku telah
ditimpa penyakit, padahal Engkau Maha Penyayang dari semua yang penyayang. (QS.
Al Anbiya ayat 83).
Jelas sekali keyakinan
nabi Ayub masih tetap sama bahwa Allah Maha Penyayang meski ia diserang
penyakit. Kesabran dan keikhlasan serta keyakinan akan Allah yang Maha
penyayang dari semua yang penyayang.
Kemudian doa Nabi Ibrahim
terkait penyakit, sebagaimana tertulis dalam surat Asy-Syuraa ayat 80 : "Wa idzaa maridhtu fahuwa yasyfiini",
yang artinya "Dan
apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku".
Dalam surat inipun kita
bisa melihat keyakinna nabi Ibrahim akan kesembuhannya yang hanya Allah lah
yang berkehendak. Apapun obatnya, apapun ikhtiarnya jika Allah belum berkehendak
kita sembuh maka ya belum bisa sembuh. Sejatinya dekatkanlah diri kita kepada
Allah agar kesembuhan bisa diizinkan.
Begitu juga disebutkan
dalam hadits, "Ma’anzalallahu
daa an, illa anzala lahu syifaan," (HR. Bukhori), artinya
"Allah tidak akan menurunkan satu penyakit kecuali Allah turunkan juga
obatnya".
Jadi setiap penyakit pasti
ada obatnya. Jad ketakutan-ketakutan yang mulai bermunculan bukan merupakan
efek yang diharapkan. Justru ketenangan dalam melalui proses semua inilah kunci
akan datangnya kesembuhan dan jalan keluar. Sejatinya dengan adanya ikhlas dan
sabar akan menjadikan pandemic penyakit ini teratasi. Seperti kisah nabi Ayub
yang berusaha ikhlas dan sabar hingga pada akhirnya menemui kesembuhan. Sejatinya
Allah ingin menguji kita, apakah rasa takut itu mengalahkan keikhtiaran kita
kepada-Nya. Atau bisa menenangkan kita dengan berpasrah kepadanya dengan
bersabar dan ikhlas.
BalasHapusSemoga pandemi segera berakhir. Bagi yang sedang berjuang dengan covid, semoga diberi kesembuhan, kesehatan, dan berkumpul kembali dengan keluarga. Aamiiin. Bagi yang sehat, semoga selalu diberi imunitas fisik dan mental yang selalu kuat. Aamiin.
Jika Allah mau, dalam semalam pun covid ini bisa tetiba hilang. Tapi Allah mau kita bersabar dan semakin kuat. Mudah-mudahan semua segera berakhir
BalasHapusAwalnya juga takut banget, hampir setahun nggak berani keluar rumah sampai akhirnya kami mutasi berada di kota yang lebih parah kasusnya dibanding tempat kami dulu. Di sini akhirnya kami merasakan corona pada waktunya. Dan berserah diri pada Allah membuat semua terasa lebih mudah. Nggak parno lagi meski tetap menjaga diri
BalasHapusNah, iya tuh mbak. Ya sempet parno sih, tapi kembali lagi, semua Allah yang atur, ya udah. Yang penting ikhtiar saja jaga diri
BalasHapusBelajar dari Nabi Ayub. Semoga kita menjadi sosok-sosok yang sabar dengan ujian apapun dari Allah, termasuk pandemi Covid-19 ini
BalasHapusAwal-awal takut banget si mba tapi sekarang udah sedikit bisa mengontrol rasa takutnya. Semoga pandemi ini bisa segera berakhir dan bisa bebas berkegiatan kaya dulu lagi. Aamiin
BalasHapusUdah satu setengah tahun pandemi, dan sekarang udah jadi lebih tenang dan kalem menghadapi segala isu tentang pandemi. Dulu as awal-awal parno banget sampe denger bunyi ambulans aja langsung sakit perut
BalasHapusSejak awal pandemi datang, aku bersyukur karena dari sekolahnya anak sulung selalu kasih kajian2 yang langsung dipegang oleh Ustaz Budi Ashari. Jadi nggak sempat paranoid dan macam2. Udah yakin aja kalau saatnya kelar kan ya kelar. Pokoknya prokes aja, kalau pas nggak PPKM ya udah jalan2 hihi.
BalasHapus